Jumat, Januari 09, 2009

Lapangnya Dada.......!



Pada suatu hari ada seorang pemuda yang datang ke rumah seorang kakek
yang bijaksana. Pemuda tersebut merasakan hatinya sering gelisah,
panik, stress, dan mudah tersinggung sehingga hal itu menyebabkannya
selalu berada dalam medan konflik. Untuk itulah ia datang untuk
meminta nasehat sang kakek. Kakek itu pun dengan sangat antusias
menerima dan mempersilahkannya untuk masuk. Kemudian pemuda itu
menceritakan seluruh keluh kesahnya. Sementara sang kakek mendengarkan
dengan seksama. Setelah selesai, kakek itu masuk ke dalam rumah
kemudian keluar dengan membawa segelas air putih.

"Silahkan diminum" kata sang kakek. Betapa terkejutnya pemuda itu
ketika ia meminum air yang dihidangkan oleh kakek itu. "Ah... air apa
ini kek? Kenapa rasanya asin sekali. Aku belum pernah minum air
se-asin ini".

Sang kakek hanya tersenyum, kemudian mengajak pemuda tersebut ke
halaman belakang rumahnya yang luas. Disana terdapat sebuah danau
kecil yang airnya bening bersih. Terlihat pula seekor angsa berenang
kian kemari. Sang kakek kemudian mendekati pinggir danau dan
menaburkan segenggam garam ke seluruh danau sambil menyuruh pemuda itu
minum air danau. Tentu saja pemuda itu merasakan air danau yang segar,
sejuk dan jernih.

Sang kakek berkata, "Perumpaan gelas dan danau ini adalah seperti hati
kita, dan garam sebagai permasalahannya. Terkadang bukan banyaknya
masalah yang membuat hati resah, gelisah, dan lainnya. Tetapi karena
kita tidak pandai melapangkan dada kita. Segenggam garam ternyata jadi
sangat asin dan tidak enak apabila ditaruh pada segelas air. Namun
segenggam garam tidak berarti apa-apa apabila kita memiliki hati
seluas danau atau lebih luas dari itu".

Cerita diatas sangat menarik untuk disimak dan diresapi karena begitu
mudahnya penyakit hati tumbuh berkembang di hati kita. Beratnya
masalah tidak mempengaruhi kesehatan hati kalau kita bisa berlapang
dada. Orang-orang yang sempit dada (hati), pasti akan merasakan hidup
ini sumpek dan berat.

Hati adalah hal yang paling penting dari diri manusia. Menurut Ibnul
Qayyim Al Jauziyah, Hati adalah raja, dan anggota tubuh lain
prajuritnya. Bahkan diterima atau tidaknya amal seorang anak manusia,
tergantung dari hatinya. Allah mengingatkan kita mengenai pentingnya
mengelola hati dengan menyuruh kita untuk tidak bersu'udzon karena
sebagian darinya adalah dusta. Kita juga dilarang untuk mencari tahu
(tajassus), serta selalu mengkonfirmasi setiap berita yang masuk ke
kepala kita.

Rasulullah-pun mengingatkan bahwa di dalam diri manusia ada segumpal
daging yang kalau baik daging itu maka baik pula seluruh tubuh dan
apabila jahat (jelek) maka jelek pula seluruh tubuh. Segumpal daging
itu adalah hati.

Kadang rasanya berat sekali untuk melapangkan dada ini ketika
dikecewakan dan disakiti oleh orang lain. Bahkan persoalan kecilpun
akhirnya menjadi besar karena sempitnya hati ini. Hati yang sempit
selalu membuat diri ini tidak mampu menerima kebenaran.



“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (kaum Muhajirin) mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keingan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin) dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr: 9)